21 Juli 2012

Ramadhan..

MARHABAN YAA RAMADHAN…
MARHABAN YAA SYAHRU SIYAM…
MARHABAN YAA SYAHRUL QUR’AN…

Ya Allah, rasanya syukur ini tak terhingga terucap kepada-Mu. Karena aku masih dipertemukan kembali dengan bulan suci Ramadhan ini. Semoga benar-benar menjadi bulan terbaik daripada bulan-bulan sebelumnya.

Dan sepertinya bakal banyak cerita di Ramadhan-ku kali ini. Ramadhan yang akan lebih banyak aku lewati di tanah rantau, kota impianku (InsyAllah), Semarang :)
Semoga Allah slalu memudahkan jalanku, jalan itu masih panjang.

_dan jika ini Ramadhan terakhirku, maka akan kujadian hari-hariku, menit demi detik dalam hidupku bermanfaat, untukku, keluargaku, teman-temanku, dan semuanya yang ada di sekitarku_
Bismillah… Fight!! :D

_Ramadhan1433H@Tsabita_

07 Juli 2012

Misteri Tujuh Pintu Langit

Sebuah hadits yg bersumber dari Al Ghazali, Minhajul Abidin, dan Bidayatul Hidayah.

Bismillahirrahmaanirrahiim…

Ibnu Mubarak menceritakan bahwa Khalid bin Ma’dan berkata kepada Mu’adz,
“Mohon Tuan ceritakan hadits Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam yang Tuan hafal dan yang Tuan anggap paling berkesan. Hadits manakah menurut Tuan?”

Jawab Mu’adz, “Baiklah, akan kuceritakan.”

Selanjutnya, sebelum bercerita, beliau pun menangis. Beliau berkata,
“Hmm, Betapa rindunya diriku pada Rasulullah, ingin rasanya diriku segera bertemu dengan beliau.”
Kata beliau selanjutnya,

“Tatkala aku menghadap Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam, beliau menunggang unta dan menyuruhku agar naik di belakang beliau. Kemudian berangkatlah kami dengan berkendaraan unta itu. Selanjutnya beliau menengadah ke langit dan bersabda:
Puji syukur ke hadirat Allah Yang Berkehendak atas makhluk-Nya, ya Mu’adz!

Jawabku, “Ya Sayyidi l-Mursalin”

Beliau kemudian berkata,
‘Sekarang aku akan mengisahkan satu cerita kepadamu. Apabila engkau menghafalnya, cerita itu akan sangat berguna bagimu. Tetapi jika kau menganggapnya remeh, maka kelak di hadapan Allah, engkau pun tidak akan mempunyai hujjah (argumen).

Hai Mu’adz! Sebelum menciptakan langit dan bumi, Allah telah menciptakan tujuh malaikat. Pada setiap langit terdapat seorang malaikat penjaga pintunya. Setiap pintu langit dijaga oleh seorang malaikat, menurut derajat pintu itu dan keagungannya.

Dengan demikian, malaikat pula-lah yang memelihara amal si hamba. Suatu saat sang Malaikat pencatat membawa amalan sang hamba ke langit dengan kemilau cahaya bak matahari.
Sesampainya pada langit tingkat pertama, malaikat Hafadzah memuji amalan-amalan itu. Tetapi setibanya pada pintu langit pertama, malaikat penjaga berkata kepada malaikat Hafadzah:

“Tamparkan amal ini ke muka pemiliknya. Aku adalah penjaga orang-orang yang suka mengumpat. Aku diperintahkan agar menolak amalan orang yang suka mengumpat. Aku tidak mengizinkan ia melewatiku untuk mencapai langit berikutnya!”

Keesokan harinya, kembali malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal shaleh yang berkilau, yang menurut malaikat Hafadzah sangat banyak dan terpuji.

Sesampainya di langit kedua (ia lolos dari langit pertama, sebab pemiliknya bukan pengumpat), penjaga langit kedua berkata,

“Berhenti, dan tamparkan amalan itu ke muka pemiliknya. Sebab ia beramal dengan mengharap dunia. Allah memerintahkan aku agar amalan ini tidak sampai ke langit berikutnya.” Maka para malaikat pun melaknat orang itu.

Di hari berikutnya, kembali malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amalan seorang hamba yang sangat memuaskan, penuh sedekah, puasa, dan berbagai kebaikan, yang oleh malaikat Hafadzah dianggap sangat mulia dan terpuji. Sesampainya di langit ketiga, malaikat penjaga berkata:

“Berhenti! Tamparkan amal itu ke wajah pemiliknya. Aku malaikat penjaga kibr (sombong). Allah memerintahkanku agar amalan semacam ini tidak pintuku dan tidak sampai pada langit berikutnya. Itu karena salahnya sendiri, ia takabbur di dalam majlis.”

Singkat kata, malaikat Hafadzah pun naik ke langit membawa amal hamba lainnya. Amalan itu bersifat bak bintang kejora, mengeluarkan suara gemuruh, penuh dengan tasbih, puasa, shalat, ibadah haji, dan umrah. Sesampainya pada langit keempat, malaikat penjaga langit berkata:

“Berhenti! Popokkan amal itu ke wajah pemiliknya. Aku adalah malaikat penjaga ‘ujub (rasa bangga terhadap kehebatan diri sendiri) . Allah memerintahkanku agar amal ini tidak melewatiku. Sebab amalnya selalu disertai ‘ujub.”

Kembali malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal hamba yang lain. Amalan itu sangat baik dan mulia, jihad, ibadah haji, ibadah umrah, sehingga berkilauan bak matahari. Sesampainya pada langit kelima, malaikat penjaga mengatakan:

“Aku malaikat penjaga sifat hasud(dengki) . Meskipun amalannya bagus, tetapi ia suka hasud kepada orang lain yang mendapat kenikmatan Allah swt. Berarti ia membenci yang meridhai, yakni Allah. Aku diperintahkan Allah agar amalan semacam ini tidak melewati pintuku.”

Lagi, malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal seorang hamba. Ia membawa amalan berupa wudhu’ yang sempurna, shalat yang banyak, puasa, haji, dan umrah. Sesampai di langit keenam, malaikat penjaga berkata:

“Aku malaikat penjaga rahmat. Amal yang kelihatan bagus ini tamparkan ke mukanya. Selama hidup ia tidak pernah mengasihani orang lain, bahkan apabila ada orang ditimpa musibah ia merasa senang. Aku diperintahkan Allah agar amal ini tidak melewatiku, dan agar tidak sampai ke langit berikutnya.”

Kembali malaikat Hafadzah naik ke langit. Dan kali ini adalah langit ke tujuh. Ia membawa amalan yang tak kalah baik dari yang lalu. Seperti sedekah, puasa, shalat, jihad, dan wara’. Suaranya pun menggeledek bagaikan petir menyambar-nyambar, cahayanya bak kilat. Tetapi sesampai pada langit ke tujuh, malaikat penjaga berkata:

“Aku malaikat penjaga sum’at (sifat ingin terkenal). Sesungguhnya pemilik amal ini menginginkan ketenaran dalam setiap perkumpulan, menginginkan derajat tinggi di kala berkumpul dengan kawan sebaya, ingin mendapatkan pengaruh dari para pemimpin. Aku diperintahkan Allah agar amal ini tidak melewatiku dan sampai kepada yang lain. Sebab ibadah yang tidak karena Allah adalah riya. Allah tidak menerima ibadah orang-orang yang riya.”

Kemudian malaikat Hafadzah naik lagi ke langit membawa amal dan ibadah seorang hamba berupa shalat, puasa, haji, umrah, ahlak mulia, pendiam, suka berdzikir kepada Allah. Dengan diiringi para malaikat, malaikat Hafadzah sampai ke langit ketujuh hingga menembus hijab-hijab (tabir) dan sampailah di hadapan Allah. Para malaikat itu berdiri di hadapan Allah. Semua malaikat menyaksikan amal ibadah itu shahih, dan diikhlaskan karena Allah.

Kemudian Allah berfirman:
“Hai Hafadzah, malaikat pencatat amal hamba-Ku, Aku-lah Yang Mengetahui isi hatinya. Ia beramal bukan untuk Aku, tetapi diperuntukkan bagi selain Aku, bukan diniatkan dan diikhlaskan untuk-Ku. Aku lebih mengetahui daripada kalian. Aku laknat mereka yang telah menipu orang lain dan juga menipu kalian (para malaikat Hafadzah). Tetapi Aku tidak tertipu olehnya. Aku-lah Yang Maha Mengetahui hal-hal gaib. Aku mengetahui segala isi hatinya, dan yang samar tidaklah samar bagi-Ku. Setiap yang tersembunyi tidaklah tersembunyi bagi-Ku. Pengetahuan- Ku atas segala sesuatu yang telah terjadi sama dengan pengetahuan- Ku atas segala sesuatu yang belum terjadi. Pengetahuan- Ku atas segala sesuatu yang telah lewat sama dengan yang akan datang. Pengetahuan- Ku atas segala yang telah lewat sama dengan yang akan datang. Pengetahuan- Ku atas orang-orang terdahulu sama dengan pengetahuan- Ku atas orang-orang kemudian.

Aku lebih mengetahui atas sesuatu yang samar dan rahasia. Bagaimana hamba-Ku dapat menipu dengan amalnya. Mereka mungkin dapat menipu sesama makhluk, tetapi Aku Yang Mengetahui hal-hal yang gaib. Aku tetap melaknatnya…!”

Tujuh malaikat di antara tiga ribu malaikat berkata,

“Ya Tuhan, dengan demikian tetaplah laknat-Mu dan laknat kami atas mereka.”

Kemudian semua yang berada di langit mengucapkan,
“Tetaplah laknat Allah kepadanya, dan laknatnya orang-orang yang melaknat.”‘

Sayyidina Mu’adz (yang meriwayatkan hadits ini) kemudian menangis tersedu-sedu. Selanjutnya berkata,
“Ya Rasulullah, bagaimana aku bisa selamat dari semua yang baru engkau ceritakan itu?”

Jawab Rasulullah,
“Hai Mu’adz, ikutilah Nabimu dalam masalah keyakinan (keimanan).”

Tanyaku (Mu’adz),
“Engkau adalah Rasulullah, sedang aku hanyalah Mu’adz bin Jabal. Bagaimana aku bisa selamat dan terlepas dari bahaya tersebut?”

Berkatalah Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam,
“Memang begitulah, bila ada kelengahan dalam amal ibadahmu. Karena itu, jagalah mulutmu jangan sampai menjelekkan orang lain, terutama kepada sesama ulama. Ingatlah diri sendiri tatkala hendak menjelekkan orang lain, sehingga sadar bahwa dirimu pun penuh aib. Jangan menutupi kekurangan dan kesalahanmu dengan menjelekkan orang lain. Janganlah mengorbitkan dirimu dengan menekan dan menjatuhkan orang lain. Jangan riya dalam beramal, dan jangan mementingkan dunia dengan mengabaikan akhirat. Jangan bersikap kasar di dalam majlis agar orang takut dengan keburukan akhlakmu. Jangan suka mengungkit-ungkit kebaikan, dan jangan menghancurkan pribadi orang lain, kelak engkau akan dirobek-robek dan dihancurkan anjing Jahannam, sebagaiman firman Allah dalam surat An-Naziat ayat 2.”

Tanyaku selanjutnya, “Ya Rasulallah, siapakah yang bakal menanggung penderitaan seberat itu?”

Jawab Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam,
“Mu’adz, yang aku ceritakan tadi akan mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah. Engkau harus mencintai orang lain sebagaimana engkau menyayangi dirimu. Dan bencilah terhadap suatu hal sebagaimana kau benci bila itu menimpa dirimu. Jika demikian engkau akan selamat.”

Khalid bin Ma’dan meriwayatkan,
“Sayyidina Mu’adz sering membaca hadits ini seperti seringnya membaca Al-Qur’an, dan mempelajari hadits ini sebagaimana mempelajari Al-Qur’an di dalam majlis.”
Wallohu a’lam

05 Juli 2012

Lelah itu Slalu Ada

Hmm… Iseng-iseng aku membuka blog seorang teman, dan disana tertulis jelas kata per kata yang seketika itu dapat membuatku melayang jauh…

Jauh entah kemana fikirku berada sekarang…

Benar-benar kata yang saat ini pun aku rasakan

Persisss… Mirip sekali… Bahkan aku tak bisa mempercayainya…

Kenapa begitu sama, sampai susunan katanya pun tak ada yang berbeda…
“Aku lelah!
Kenapa masalah itu selalu menjadi masalah utamaku?
Tak bisakah sejenak saja masalah itu tak menghampiriku?
Biarkan aku hidup bebas.
Menapaki semua jalan ini.


Setiap orang pasti akan diuji.
Aku tahu!
Tapi kenapa harus ujian ini lagi, Allah?
Aku belum siap dengan ujian ini.”

Ya Allah… Kalian tahu? Antara ingin tertawa, tersenyum, dan menangis aku membaca kata-kata ini.

Ya, aku ingin tertawa karena aku membayangkan bagaimana sebenarnya ekspresinya saat itu,
Saat aku bercerita padanya tentang sebuah ‘cerita’ yang seakan-akan itu menjadi ujian terberatku.
Ya…saat itu memang aku tak tahu harus berbuat apa,
bercerita ke siapa,
menangis di hadapan siapa,
dan yang terpenting, siapa yang akan memberiku solusi atas semua cerita ini???
Aku benar-benar bingung saat itu…

Hmm… maka rasanya membaca catatan kecil saudariku ini membuatku ingin tertawa,
karena aku bisa membayangkan bagaimana ekspresi dia saat itu, saat mendengar ceritaku.
Dia yang telah mengalaminya, jauuuhh sebelum aku mengalami ‘cerita’ ini.

Pastilah dia saat itu hanya terdiam, tersenyum, dan aku saat itu tak tahu menahu apa arti dari senyumannya…
Tapi sekarang aku tahu, mengapa dia tersenyum mendengar ‘cerita’ ku,

Karena ternyata aku pun juga tersenyum ketika melihat catatannya…
Satu hal yang pernah seorang alami, maka saat ia mendengarnya dari orang lain, itulah yang akan membuatnya tersenyum karena dulu ialah sang pencerita itu. :)

Teringat saat dahulu ia bercerita, menangis, merasa beban di pundaknya sangat sangat berat,,,
Lalu ia mendengar hal yang sama dari orang lain…

Maka jelas-jelaslah ia tersenyum, mengingat masa lalunya dulu yang seperti itu.
dan aku tahu kenapa dia slalu menganggapku ‘adik’ kalau lagi kayak gini -_-” haha

Dan aku ingin menangis, karena teringat,
Mengapa dulu aku bisa-bisanya bercerita kepada seseorang terlebih dahulu,
daripada bercerita kepada Allah, Sang Pembolak-Balik Hati…
Ya Allah… memang saat masalah itu melanda, hati & pikiran pun entah melayang kemana.
Menjauh dari-Mu… Jauh… Jauuh sekali…
Sampai tak menyadari bahwa sebenarnya hati kami rindu untuk mendekat pada-Mu…
Tak tahu bahwa ujian itu adalah anugerah terindah dari-Mu…
Tak mengerti bahwa ujian itu tanda Engkau sayang kepada kami, hamba-hamba-Mu yang lemah…

Hmm… aku tahu saat ini, dia juga merasakan itu dahulu bahkan sekarang, mungkin…
Ya Allah… terima kasih telah menuntunku ke jalan ini, takdir yang tak pernah kusangka-sangka…
Bertemu dengan seseorang yang telah ter-tarbiyah sejak lama, oleh orang-orang pilihan-Mu…
Walaupun aku sebenarnya dahulu sudah mengerti, tapi aku baru mengenalnya saat ini…

Maka dari itu,,, tolong…
Ajari aku… ajari aku untuk memaknai tarbiyah itu lebih luas lewat perantara hamba-hamba-Mu yang terpilih itu, ya Rabb… :)

6Juli2012 . 01.37 wib

04 Juli 2012

Izziz-Sang Murobbi

Ribuan langkah kau tapaki
Pelosok negri kau sambangi

Ribuan langkah kau tapaki
Pelosok negri kau sambangi

Tanpa kenal lelah jemu
Sampaikan firman Tuhanmu
 
Tanpa kenal lelah jemu
Sampaikan firman Tuhanmu

Terik matahari
Tak surutkan langkahmu
Deru hujan badai
Tak lunturkan azzammu
Raga kan terluka
Tak jerikan nyalimu   
Fatamorgana dunia
Tak silaukan pandangmu

Semua makhluk bertasbih
Panjatkan ampun bagimu
Semua makhluk berdoa
Limpahkan rahmat atasmu

Duhai pewaris nabi
Duka fana tak berarti
Surga kekal dan abadi
Balasan ikhlas di hati

Cerah hati kami
Kau semai nilai nan suci
Tegak panji Illahi
Bangkit generasi Robbani..

* Izzatul Islam – Sang Murobbi *

Do'a Robithoh

Ya Allah,
Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta padaMu,
telah berjumpa dalam taat padaMu,
telah bersatu dalam dakwah padaMu,
telah berpadu dalam membela syari’atMu…

Kukuhkanlah, ya Allah, ikatannya…
Kekalkanlah cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya…
Penuhilah hati-hati ini dengan nur cahayaMu yang tiada pernah pudar…
Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepadaMu dan keindahan bertawakkal kepadaMu…

Nyalakanlah hati kami dengan berma’rifat padaMu…
Matikanlah kami dalam syahid di jalanMu…
Sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong…
Ya Allah… Aamiiin… Sampaikanlah kesejahteraan, ya Allah, pada junjungan kami, Muhammad, keluarga dan sahabat-sahabatnya dan limpahkanlah kepada mereka keselamatan…

Aku Rindu-Puisi Cinta Ust. Rahmat Abdullah

Aku Rindu Dengan Zaman Itu…
Aku rindu zaman ketika “halaqoh” adalah kebutuhan,
bukan sekedar sambilan apalagi hiburan
Aku rindu zaman ketika “membina” adalah kewajiban,
bukan pilihan apalagi beban dan paksaan
Aku rindu zaman ketika “dauroh” menjadi kebiasaan,
bukan sekedar pelengkap pengisi program yang dipaksakan
Aku rindu zaman ketika “tsiqoh” menjadi kekuatan,
bukan keraguan apalagi kecurigaan
Aku rindu zaman ketika “tarbiyah” adalah pengorbanan,
bukan tuntutan dan hujatan

Aku rindu zaman ketika “nasihat” menjadi kesenangan,
bukan su’udzon atau menjatuhkan
Aku rindu zaman ketika kita semua memberikan segalanya untuk da’wah ini
Aku rindu zaman ketika “nasyid ghuroba” menjadi lagu kebangsaan
Aku rindu zaman ketika hadir di “liqo” adalah kerinduan, dan terlambat adalah kelalaian
Aku rindu zaman ketika malam gerimis pergi ke puncak mengisi dauroh
dengan ongkos ngepas dan peta tak jelas
Aku rindu zaman ketika seorang ikhwah benar-benar jalan kaki 2 jam di malam buta sepulang tabligh dakwah di desa sebelah
Aku rindu zaman ketika akan pergi liqo selalu membawa uang infak, alat tulis, buku catatan dan Qur’an terjemahan ditambah sedikit hafalan

Aku rindu zaman ketika seorang binaan menangis karena tak bisa hadir di liqo
Aku rindu zaman ketika tengah malam pintu depan diketok untuk mendapat berita kumpul subuh harinya
Aku rindu zaman ketika seorang ikhwah berangkat liqo dengan ongkos jatah belanja esok hari untuk keluarganya
Aku rindu zaman ketika seorang murobbi sakit dan harus dirawat, para binaan patungan mengumpulkan dana apa adanya
Aku rindu zaman itu,..
Aku rindu…Ya ALLAH,..
Jangan Kau buang kenikmatan berda’wah dari hati-hati kami…
Jangan Kau jadikan hidup ini hanya berjalan di tempat yang sama…

- – Puisi Cinta Ustadz Rahmat Abdullah – -