17 Maret 2014

Mengenal Hati

Lama tidak menggoreskan tulisan di wadah ini. Semua terasa membahagiakan. Allah memberikan kehidupan yang lebih baik dari yang aku pinta sebelumnya. Yang tak kuminta pun semuanya Allah berikan.
***

Salah satunya adalah tentang "Mengenal Hati"


Saat yang lain ramai membicarakan tentang 9 April 2014, aku sendiri sedang perjalanan menyentuh hati-hati mereka yang ada di sekitar. Persoalan hati memang rumit, tapi indah jika kita telah mengenalnya dengan baik. Seindah pelangi yang terlihat setelah Allah turunkan hujan ke bumi ini.


"Mintalah fatwa ke dalam hatimu.." Begitu kira-kira kalimat yang aku baca pada sinopsis sebuah buku.

Ada banyak orang yang memakai kalimat ini jika ingin melakukan semacam pembenaran.
"Hatiku berkata seperti itu, kan hati ga pernah berbohong.." mungkin seperti ini yang sering orang-orang katakan.
Apakah memang segala kebenaran muncul dari dalam hati seseorang?
Apakah segala yang dikatakan oleh hati menjadi sebuah kebenaran?
Apakah itu jawaban dari Allah atas segala permasalahan yang ada? Dari hati?

Berbagai pertanyaan mungkin muncul di benak seseorang ketika menyadari keberadaan hati. Tapi apakah memang seperti itu adanya?

Dan dalam perjalanan ini aku menemukan jawabannya. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu.
***

Sedikit cerita ya..

Jadi saat itu, saya dengan seorang teman sedang merasa benci dengan seseorang yang sama. Sangat tidak suka. Karena tutur katanya, sikapnya, maupun pendapatnya tentang seseorang yang lain. Hati kami sama-sama tak menyukainya. Dan saat itu, parahnya orang yang kami berdua sayangi pun menjadi korban (dalam tanda kutip) atas apa yang dia perbuat.
Lalu, bisa dibayangkan bagaimana sikap kami terhadapnya?

Tentu bisa dibayangkan ya, bagaimana sikap seseorang yang sedang tidak suka dengan seseorang yang lain.

Begitulah, kami berusaha untuk menghindarinya, selalu menghindarinya, tapi tahukah? Allah menginginkan yang lain. Saat kami berusaha untuk menjauhinya, tiba-tiba seperti kebanjiran duren, semua kegiatan kami selalu ada dia disana.
Bagaimana tambah nggak sebel coba?
Sampai suatu hari, ada yang menegur dan menasihati, "Kalian berusaha menghindar dan tidak menyukainya itu atas dasar apa? Karena Allah atau karena emosional kalian sendiri?"

Kata-kata "karena Allah atau karena emosional kalian sendiri" itu menjadi cambuk bagi saya. Malam itu pun saya tersadar dan mencoba membenahi hati. Segera saya sms teman yang ada di seberang sana dan mencoba memberikan suatu pilihan terbaik.

"Coba sekarang kita benahi hati masing-masing. Saat ini baru tersadar, mungkin ada yang salah disana. Dalam minimal 30 hari ini, coba kita sama-sama benahi diri kita terlebih dahulu. Kita Qiyamul Lail, kita Dhuha, kita tilawah minimal 1 juz per hari, kita coba hafalkan ayat Allah minimal 5 ayat per harinya, dan amalan lainnya. Maka nantinya mungkin akan terjawab, apakah kita tidak menyukainya karena Allah, atau itu hanya emosi kita semata."

Tapi nyatanya, hanya dalam 7 hari berjalan, hati kami berkata lain, memang sejatinya kami tak suka dengan sikapnya, tapi ternyata hati ini memberikan cerita positif tentangnya, memberikan aura kebaikan yang pernah dia lakukan.


Dari satu cerita itu, membuktikan bahwa hati yang bersih saja yang bisa menjawab. Mungkin pernah kita tak suka dengan seseorang dengan berbagai alasan, tapi coba kita telisik lagi lebih jauh, apakah kita pun sudah menjadi sempurna seperti kita ingin dia sempurna?

Karena orang di sekitar kita itu adalah cerminan dari diri kita sendiri. Ada 3 faktor, pertama, Cermin, kita sama-sama buruknya dengannya. Kedua, Hidayah, mungkin kita adalah perantara Allah untuknya. Ketiga, Perbaikan, mungkin dengannya, kita bisa menjadi lebih baik lagi dan menuju tingkatan yang lebih tinggi. Karena Allah akan sediakan berbagai sarana prasarana untuk kita memperbaiki diri, dengan masalah-masalah itulah Allah mengasah hati kita.

"Suara hati seorang mukmin, dasarnya adalah panggilan fitrah. Itu sebabnya, Rasulullah SAW menyebutkan, 'istafti qalbak' (mintalah fatwa pada hatimu). Hati dan jiwa seorang mukmin memang istimewa. Dia bisa menyuarakan sesuatu yang selaras dengan keimanan. Dia bisa memanggil dengan panggilan ruh keinsyafan. Dan karenanya, hati atau jiwa ini penting diperhatikan hingga diajak berdialog."


Maka hati-hati berbicara tentangnya. Lisan kita harus dijaga untuk slalu mengucap kebenaran. Langkah kita harus selalu dijaga untuk menuju kebaikan. Telinga kita dijaga untuk selalu mendengar perkataan-perkataan yang ahsan. Dan itu artinya,

Kita harus MENJAGA HATI.
Karena segala yang kita lakukan asalnya adalah hati kita sendiri. Semuanya bermuara dari sana.
Kebaikan itu ada jikalau hati kita bersih..
Dan hati hanya bisa disentuh dengan hati :)
Seperti nasyid dari Snada yang ini,

"Hati kalau selalu bersih
Pandangannya akan menembus hijjab
Hati jika sudah bersih
Firasatnya tepat karena Allah

Tapi hati jika dikotori
Bisikannya bukan lagi kebenaran
Tapi hati jika dikotori
Bisikannya bukan lagi kebenaran"


Nah, kapan lagi? Ayo perbaiki dulu diri dan hati kita sendiri, sebelum memandang seseorang dengan pandangan yang tidak-tidak. Karena semua bermula dari hati, maka jagalah ia agar tetap bersih, tetap dekat dengan Allah, tetap bisa menerima feeling yang tepat, yang sumbernya adalah Allah..

Jadikan hatimu bercahaya.. dengan cahaya Allah.. :)