20 Juni 2013

Muara Kedua :)


Satu hal yang paling aku rindukan setelah Liqo’, yaitu agenda setengah 6 pagi itu.

Jam yang slalu dirindukan setiap harinya. Saat-saat dimana mengawali hari setelah sepertiga malam dan waktu subuh. Saat-saat dimana mencari semangat di pagi hari yang cerah. Dan saat-saat mendapat kesejukan embun pagi hari yang diminta pada Allah setiap malamnya.

Ya, rutinitas itu baru berjalan beberapa waktu. Tapi Allah punya rencana baru. Allah ingin ada suatu rasa kehilangan dan tahu seberapa besar pengaruh rutinitas itu.

Ah, rindu tempat itu. Rindu akan sapaan hangatnya, senyumnya menyambut kami, dan semangatnya membagi ilmu.

Beliau yang membuat tabir semangat yang slama ini tertutup menjadi terbuka. Beliau yang meyakinkan lagi untuk memberi mahkota surga pada orang tua. Beliau yang menanamkan kembali bahwa menghafal Qur’an mudah itu bukan mitos, bisa bagi mereka yang ‘mau’.

Darisinilah mata ini kembali terbuka. Mendapatkan secercah cahaya hati yang mungkin hilang. Dan yang terpenting, lewat perantara beliaulah ditemukan jalan mendekat pada-Nya lagi, penyejuk mata hati.
Saat ditanya, “kapan harus kesini?” Beliau menjawab dengan senyuman lalu berkata, “ya setiap hari. Pintu rumah ini slalu terbuka setiap pagi. Bisa dateng kesini jam 5.15, atau kalau kepagian bisa jam setengah6. InsyaAllah slalu ada waktu sampai jam 7 atau setengah8 pagi.”

Dan mungkin saat itu agak dikagetkan dengan jawaban beliau. Setiap hari? Bagaimana bisa?

Tapi ternyata semuanya bisa dilakukan, tak perlu memilih salah satu. Karena jika pintar me-manage waktu, waktu itu sangat berharga. Bisa dapetin charge semangat ruhiyah dulu baru turun buat ambil kewajiban yang menanti.

15 menit yang sangat berharga. Datang, setor, dapet taujih singkat, trus pamit pulang. Tapi semua itu ada nilai tersendiri bagi hati yang rindu akan ketenangan.

Disini bukan hanya belajar tentang Al-Qur’an, namun juga belajar tentang kehidupan. Ada yang belum diketahui, ada juga beliau ingatkan hal-hal yang terlupakan. Semua nasehat yang beliau berikan seakan menjadi jawaban atas pertanyaan yang dicari dan diminta pada Allah di malam sebelum pertemuan dengannya.

Beliau slalu berkata, “Al-Qur’an itu Kalam Allah. Membacanya harus, memahaminya iya, mengamalkannya bagus banget. Tapi apa nggak ada pikiran buat ngapalinnya? Salah satu cara untuk menjaga Qur’an itu dengan menghafalkannya. Bagaimana bukti kita cinta Qur’an ya dengan menjadikannya sahabat kita.
Setiap waktu inget Qur’an. Setiap luang slalu kangen buat mbacanya. Bahkan saat sibuk pun yang terbayang ayat-ayat Qur’an. Obat hati itu salah satunya Qur’an. Dengan semangat ngafal, semakin deket sama Al-Qur’an. Mungkin bisa hanya dengan membaca, tapi apa dengan baca aja bisa disebut deket sama Qur’an?

Setiap kebaikan biasanya diawali dengan paksaan. Paksa diri buat ngafal setiap hari, tepatin target hafalannya, insyaAllah lama-kelamaan sesuatu yang terpaksa itu menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi kebutuhan yang nggak bisa lepas dari hari-hari kita.

Allah liat dari kemauan hamba-Nya. Kalau memang membaca Qur’an, itu memang kewajibannya. Tapi kalau udah ada niatan buat menghafalnya dan menjaganya itu akan Allah nilai berlipat-lipat dari mereka yang sekedar rajin baca. Karena kalo usahanya besar insyaAllah akan dapet hasil yang besar pula.

Tahu kan cerita perang Uhud yang korbannya 70 lebih syuhada penghafal Qur’an? Allah muliakan mereka. Usulan Umar bin Khattab tentang membukukan Al-Qur’an, tujuannya untuk menjaga Al-Qur’an agar tak hilang. Dan saat ini, banyak non-muslim yang tugasnya memperbanyak mushaf Qur’an. Kalau bukan kita, ummat islam, yang menjaga Al-Qur’an pada keasliannya, siapa lagi? Maka dari itu, semakin banyak mereka yang semangat menghafal Qur’an, insyaAllah semakin terjaga keaslian kata-kata Qur’an itu.”

“Dan perlu diingat, menghafal Qur’an itu perkara yang mudah sebenarnya, yang sulit adalah menjaganya. Karena ilmu itu cahaya. Dan cahaya takkan diberikan pada sembarang orang. Hanya mereka yang terpilih yang dapat menjaganya.”

Biasanya kita ngeluh, “ah, hafalannya udah lupa.” Padahal sebenarnya ayat-ayat itu yang menjauh dari penjaganya karena maksiat yang diperbuatnya. MasyaAllah, ini adalah amanah, menjaganya adalah amanah dari Allah.

Hmm.. kadang terlintas pikiran. Kalau begitu mereka yang hafal Qur’an 30 juz itu orang-orang yang luar biasa banget ya (catet: bukan cuma hafal sekali aja pas lagi setoran, tapi slalu terjaga). Karena berarti mereka slalu ngulang-ngulang hafalannya di setiap sholatnya. Mereka tentunya rajin shalat malam karena mungkin shalat 5 waktu nggak cukup buat muroja’ahnya. Mereka tentunya juga rajin muroja’ah di setiap waktunya. Subhanallah.. berapa juz yang mereka habiskan setiap harinya? Dan mereka tentu perkataannya slalu bermanfaat, ga ada yang sia-sia. Karena pasti yang ada di pikiran mereka,’mending mengulang hafalan daripada ngomong yang ga ada gunanya’. Dan yang pasti, perbuatan maksiat slalu terhindar dari mereka, karena skali berpikir untuk berbuat, beribu kali teringat akan hafalannya.

Rabbi… ingin sekali terdaftar pada barisan mereka..

Memang benar apa yang pernah dikatakan seseorang, ‘sekali saja nggak nambah hafalan, itu satu tanda bahwa hafalan sebelumnya ada yang hilang’. Dan yang membolak balik hati hanya Allah Ta’ala.

Terakhir kali, pesan beliau yang slalu teringat, “Ngafal..ngafal..ngafal.. dan jangan lupa minta do’a slalu pada setiap yang ditemui. Biarkan mereka berkata apa. Yang pasti, sekali kamu minta dapet 2 sekaligus, yang pertama dapet do’a walaupun cuma kata ‘aamiin’ aja, yang kedua kamu slalu diingatkan dari ucapanmu sendiri. Karena mulut kita lebih deket dengan telinga kita sendiri daripada orang yang kita ajak bicara.”

Datang-Pergi.. Itu Sunnatullah...


31-5-2013

RoQu. Hei, aku suka banget sama kata itu. Singkatan dari 2 kata, Robbatul Qulub--Ikatan Hati-Hati.

Bukan hanya bermakna sebuah kelompok, namun juga sebuah jama’ah. Bukan hanya antara 2 hati, namun himpunan dari banyaknya hati setiap muslim di dunia ini.

Pintaku hanya satu, “Rabbi… tolong ikatkan hati-hati kami, agar slalu berhimpun dalam naungan cinta-Mu..”

Ya, ketika aku mendengar kisahnya malam itu, hatiku teriris-iris. Obrolan 2 jam yang membuatku menahan tangis dalam diam. Inikah rasa yang disebut kehilangan? Sakit rasanya.
Kalau diingat satu tahun yang lalu, ada yang sms gini, “alhamdulillah..selamat kembali di perantauan yang indah, semoga bisa lebih pulih lagi.. insyaAllah hari ini kita liqo..”

Semoga sms itu bukan hanya kenangan yang bisa dikenang. Aku hanya berpikir, siapa nanti yang akan sms seindah itu padaku nanti saat waktunya kembali ke rumah keduaku..
Ahh..smsku terakhir yang tak dibalas sudah memberikan jawaban atas sesuatu yang agak kuragukan itu. Entah, aku hanya berharap apa yang dikatakan hanya isu yang beredar dengan cepatnya.

Rabbi..inikah jawaban atas pertanyaan keresahanku minggu itu?

Aku yang belum diijinkan pergi, namun tekadku benar-benar ingin pergi kesana. Pergi ke tempat yang disana berkumpul dengan banyak saudara dalam satu waktu. Banyak banget yang nggak ngizinin, banyak banget yang sampe marah-marah padaku karena kebandelan satu ini. “udah kamu ga usah datang aja.” Tapi yang kejadian sebaliknya, aku yang biasanya ‘agak nurut’, tapi saat itu benar-benar nekat pergi. Yang ada dalam doa hanya, “Ya Allah, lindungi hamba-Mu yang lemah ini.”

Aku saat itu benar-benar ngrasa ada yang akan pergi jauh. Entah pergi untuk selamanya, atau hanya sementara. Entah itu aku yang akan pergi, atau orang di sekitarku yang pergi. Tapi yang jelas aku ngrasa akan ditinggal pergi. Dan niatku saat itu hanya satu, bertemu mengucap maaf pada saudara-saudaraku. Aku tak ingin kehilangan momen ini. Dan yang jelas, aku takut tak ada kesempatan lagi ramadhan nanti.

Tapi saat itu aku tak menyadari bahwa seseorang yang benar-benar aku cari tak ada disana. Seseorang yang Allah berikan tanda padaku tak muncul dihadapanku. Saat itu aku belum menyadarinya. Hingga malam itu tiba, cerita mengalir begitu cepat tanpa aku menyadari akan kepergiannya.

Rabbi… aku ingin menangis, tapi sesak dada ini mendengar cerita itu. Aku ingin berlari ke rumah keduaku saat itu juga, tapi tak bisa.

Ya, inilah kehidupan. Aku tahu bahwa hal ini akan terjadi. Tak ada yang tak mungkn, semua menjadi mungkin.

Ada yang datang, ada yang pergi.. Itu Sunnatullah..

Tapi yang jelas kereta ini akan terus berjalan. Ada yang naik, ada yang turun. Dan aku berharap suatu saat nanti dia akan naik kembali ke dalam kereta yang aku tumpangi. Atau gerbong kami akan menjadi satu pada saatnya nanti. :)

Walaupun aku habiskan malam-malam panjang untuk menangis, tapi yang jelas aku ingin tersenyum saat bertemu dengannya. Silaturahim ini tak boleh putus ya sahabatku.. Aku cinta & sayang bangeet kamu karena Allah Ta’ala. Mungkin saat ini ada yang ‘berbeda’ dari kita, tapi tak lantas memisahkan hati-hati kita, InsyaAllah.

Aku slalu memohon agar Allah senantiasa menjaga kita dalam peluk ridho-Nya. :)
Kata-kata ini slalu mengingatkanku padamu, kawan..“ayo kita berjuang bersama, berjama’ah. Kalo butuh bantuan atau ada sesuatu yang harus dikerjain, bilang aja.InsyaAllah dibantu semaksimal yang kubisa.”
Kusenandungkan do'a Robithoh untukmu...

"dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana." (Al-Anfal : 63)