…Tsabita…
Kusebut keluarga pertamaku disini. Setelah lulus dari SMA dan melanjutkan kuliah di Semarang, pertama kali yang aku kenal adalah wisma Tsabita. Sebuah rumah kontrakan kecil berisikan 10 kamar, dan dari sinilah aku mengenal semuanya.
2 tahun di Tsabita bukanlah waktu yang singkat bagiku untuk mengenal satu sama lain, 1 tahun berlalu berganti pula orang-orang yang ada di dalamnya. Dari sinilah aku belajar untuk memahami satu per satu kepribadian seseorang, karena wisma ini terkenal dengan wisma yang paling banyak penghuninya bila dibandingkan dengan wisma akhwat teknik yang lain. Dan karena banyak penghuninya itu, maka semakin ribetlah waktu untuk kumpul bareng, hehe.
Bisa dibuktikan, selama 2 tahun aku di Tsabita, ga pernah bisa yang namanya ngumpul bareng semuanya dalam satu waktu, baik itu buat foto wisma, jalan2 wisma, makan bareng, syuro, dan lain-lain. Pasti adaa aja yang berhalangan pada hari itu, padahal udah ditentukan jauh-jauh hari… tapi tetep aja kaya gitu, hehe. Pada sibuk semua euy orang-orangnya…


Tapi inilah yang membuatku cinta pada rumah ini

Tsabita…
Wahana ilmu pertamaku di Semarang.
Dari wisma ini aku belajar tentang kasih sayang, belajar tentang kehangatan sebuah keluarga, belajar tentang arti kedisiplinan, dan tentunya belajar tentang islam.
Tsabita…
Perekat ukhuwah islamiyah antar saudara seiman.
Wisma yang terkenal paling banyak penghuninya, yang pasti pernah ada masalah di dalamnya. Tapi hal inilah yang membuatku kerasan, karena Allah slalu memberikan hikmah di setiap masalah yang ada. Itulah ‘lem perekat’ yang Allah berikan pada kami.

Dari sini juga aku semakin memaknai arti gotong royong dan lapang dada. Saling membantu satu sama lain, saling berbagi cerita, berbagi canda-tawa, berbagi suka-duka, semuanya ada disini

Tsabita…
Aku bakal rindu rumah ini, rumah yang slalu ramai dengan tilawah, baik tilawah saudariku yang kusayang sampai tilawah setiap syuro yang ada. Ya, semenjak pertama kali aku melangkahkan kaki disini, setiap hari pasti adaa aja yang nge.tag Tsabita untuk syuro. Pernah sewaktu aku belum terbiasa disini, siang hari saat aku keluar dari kamar terdengar suara ikhwan-akhwat yang mendiskusikan sesuatu.
Pernah kutanya kepada mbak Meike,
“mba, kenapa sih ga syuro di lain tempat? Kok di tsabita, kan jadi rame.” .. “kan kita dapet pahala juga dek kalo memberikan tempat untuk majelis, lagian wisma kita jadi penuh doa, baik itu doa dari mereka yang pernah kesini maupun doa rabithah. Dan yang terpenting banyak tilawah-tasmi’, rumah kita penuh lantunan Qur’an, apa ga seneng? Keberkahan Allah insyAllah datang dengan sendirinya.”
Oh, gitu…baru tahu. Okelah, aku hanya manggut-manggut kala itu. Tapi memang itulah yang kurasakan sekarang. Mungkin karena suara penyejuk qolbu itulah hati-hati kami terikat, dengan doa rabithah yang terlantun setiap al-ma’tsurat, ukhuwah itu pun terasa.
Tsabita…
Sebuah keluarga yang membuatku merasa memiliki seorang ‘kakak’.


Tsabita… mungkin tak bisa terungkap dengan kata-kata kenangan yang ada. Kenangan Tsabita itu ada di setiap orang dan tak mungkin aku menulis kenanganku dengan mereka satu persatu (bakal berapa buku yang akan terbit??? hha).
Aku bakal rindu suasana wisma ini. Ramainya wisma,,, sepinya wisma,,, semua ada kenangannya masing-masing. Dari sini aku mendapatkan kakak, teman, dan adik, tentunya saudara senasib sepenanggungan dalam agama Allah. ^_^
Rasa sayang dan cinta ini tak akan pudar, karena ia telah terikat dalam ikatan persaudaraan yang kuat. Ikatan itu ada karena Allah yang mempersatukan. Bagaimanapun nanti, dimanapun aku tinggal selanjutnya, Tsabita tetaplah wismaku


Uhibbukunna fillah ukhti…
Terima kasih telah mengajarkanku arti tarbiyah

Rindu ini akan selalu ada untuk kalian…
*1 bulan menjelang kepergian dari tsabita >,<*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar