24 Agustus 2013

Selalu Mewarna #Lingkaran#



-21 Juni 2013-

Halaqoh, pertemuan yang sangat dirindukan. Disini saya pengen cerita tentang indahnya lingkaran cinta ini.
“Halaqoh di daerah jauh beda dengan yang ada di kampus, mbak. Jadi jangan kapok ya. Pertama mungkin kaget, tapi seiring berjalan insyaAllah bisa menyesuaikan.”

Hei… iya itu dia yang saya rasain pertama kali menghadiri halaqoh yang bukan di lingkungan kampus. Mungkin kaget, ya banget-banget. Karena mungkin jika di kampus paling ekstrimnya sekelompok sama mbak-mbak seniornya, atau sama adik tingkatnya. Itupun hanya melihat yang lain, karena berkali-kali ya masih pada angkatan yang sama.

Tapi jika di kampus, sesuatu itu sudah menjadi hal yang besar (ini dalam pandangan anak yang awam ya, hehe). Tapi ternyata di luar kampus, hal itu menjadi hal yang biasa. Ya, ketika seseorang keluar dari zona nyaman (kampus termasuk di dalamnya), terkadang hal seperti yang saya alami ini menjadi sesuatu yang menggoyahkan.

Pertama kali menghadiri pertemuan itu, saya berangkat dengan salah seorang di anggota halaqoh, janjian di sebuah TKIT. Dan setelah berkenalan ternyata mbaknya kalo di kampus seumuran dengan angkatan 2008. Ya, pikir saya mungkin banyak yang masih seumuran dengannya karena daerah ini mahasiswinya pun banyak.

Sampai pada tempat halaqoh, berdatanganlah anggota lingkaran ini satu per satu. Dan tak dinyana tak disangka. Saat perkenalan, di dalam kelompok itu ada seorang teman dari bulik saya. Beliau berkata, “Dulu saya pernah main ke tempat buliknya mbak, bulik mb teman kami dulu (sambil menunjuk rekan di sampingnya). Trus ibunya mbak dulu guru saya, sekarang jadi rekan kerja di MTs. Eh, nggak taunya mbak jadi teman di halaqoh saya. Dunia memang sempit.” Kata beliau sambil tersenyum.

Ya Allah… Subhanallah.. Memang rencana-Mu tak pernah dapat dijangkau dengan akal. Engkau eratkan kembali tali silaturahim itu. Makanya sepertinya saya mengenal wajah-wajah di hadapan saya. Tapi siapa? Saya pun masih berpikir kapan dan dimana ketemunya. Ternyata saat itu memang saya masih kecil, SD atau SMP mungkin, hehe.

Disana juga ada ustadzah TKIT, SDIT yang dulu pernah jadi pembimbing adik saya yang hampir lulus ini. Walaupun ini hanya sementara (karena nantinya akan balik lagi ke kampus), tapi semuanya jadi pelajaran berharga. Ada nasihat tersirat bahwa jangan pernah berangan-angan akan selalu berada pada ‘zona nyaman’.

Tapi yang nyenengin, setiap Liqo disini pasti ketemu sama adek-adek kecil yang lucu-lucu banget! :D Walaupun beda jauh dengan suasana lingkaran dikampus sana yang bisa dibilang masih unyu-unyu banget, ketemunya sama temen seorganisasi mungkin, bahasannya seputar kampus, wisma, dan wajihah. Maka disini saya temukan hal baru yang lebih mengarah pada dakwah secara keseluruhan.

Sehari setelah pertemuan pertama itu pun saya kembali dihadapkan pada kenyataan. Ada seseorang yang berpesan,”sesuk mbak, ojo lali bali deso mbangun deso”. Ya, mengingat banyak ‘penurunan’ yang terjadi disini karena hampir semua pemuda-pemudinya pada merantau ke kota lain. Selalu miris jika membandingkan suasana sekarang dengan saat masih kecil. Kalau pengen memutar waktu tak mungkin, yang ada harus memperbaikinya.

Darisini saya tarik kesimpulan bahwa Allah memberi saya istirahat (yang sebenarnya tidak saya inginkan) ini, salah satunya menyadarkan saya bahwa kedepan jangan pernah berharap akan terus bertahan di zona nyaman, karena lambat laun pasti akan keluar dari itu semua. Jangan pernah meninggalkan kampung halaman karena disanalah ladang amal yang harus digarap.

Kalau kata orang, “buat apa cari ilmu jauh-jauh, dapet pendidikan yang baik & layak, tapi tidak menularkan kebaikannya pada kampung halamannya.”

Saya sering dapet wejangan ini disadari atau tidak, “Besok kalau sudah sukses, jangan lupakan daerah yang sudah mendidikmu waktu kecil. Bangun daerah itu, karena itu kewajibanmu. Jangan terlena dengan suasana nyaman di daerah rantaumu itu karena disana memang sudah banyak orang-orang pinter.” Kata beliau-beliau dengan logat & bahasa jawanya.

Sungguh sangat berarti pelajaran ini, Rabbi… Memang benar, siapapun itu harus ada yang memperbaikinya. Kalau bukan saya mungkin akan digarap oleh orang lain. Tapi yang terpenting pesan itu sudah disampaikan, tinggal bagaimana sang empu menanggapinya.

Dan itulah proses kaderisasi. Jika hanya berputar pada mereka yang ‘mengerti’ saja, maka semua itu ya sama saja. Memang jika telah tumbuh benih-benih baru, harus disebar ke tempat lain yang membutuhkan kerindangannya. Disebar sesuai dengan porsi dan kebutuhan..

Sekian, 1 pertemuan yang banyak cerita, yang bakal ada cerita-cerita lain yang lebih bisa diambil pelajarannya lagi. Bismillah.. Allah… Engkau Maha Penyayang, selalu ada kejutan dan kejutan… :)

Tidak ada komentar: