12 Februari 2013

Mutiara Surga...

“Kakak….” sapa adik manis itu di belakangku selepas aku mengajar tahsin kelompok mentoringku.

“Eh, ada Aliya. Ada apa Dik? Tumben nggak ada kajian dirimu di masjid? Nggak biasanya.” tanyaku padanya setelah aku bersalaman dengan lingkaran kelompokku. Segera aku temui Aliya yang berada tak jauh dari tempatku tadi.

Agak lengang memang masjid kampus sore itu, tak ada kajian sore ataupun adik-adik TPQ yang biasanya meramaikan suasana masjid sejarahku ini. Tapi walaupun begitu, suasana masjid ini tetap seperti biasanya, tenang, damai, menyejukkan hati para muslim/muslimah yang datang kemari. Putihnya awan dan langit biru sore ini memang indah, tak mendung, tak panas, cerah.

Aku salami Aliya yang telah menungguku sedari tadi, tapi aku tak sadar karena tadi memang sedang khusyu’nya tahsin. Senyumnya manis, maka tak salah jika aku sering memanggilnya ‘ukhty manis’ :). Tingkahnya masih seperti anak kecil, tapi pikirannya dewasa, itulah yang membedakannya dengan teman-temannya yang lain.

“Assalamu’alaykum adikku sayang, mau cerita ya?” tanyaku lembut padanya.
Dia mengangguk sambil menyunggingkan senyum manisnya.

“Kita ke pelataran aja yuk, mumpung lagi nggak panas atau hujan. Sambil menikmati ciptaan Allah.” Ajakku padanya sambil membereskan barang-barangku yang masih tercecer.

Sambil menuruni anak tangga dari lantai 2, aku bertanya bagaimana kabarnya, kuliahnya, lalu kelompok mentoringnya. Ya, dia salah satu adik mentoringku dulu saat pertama kali dia masuk kampus. Sekarang sudah pindah kelompok karena ada rekomposisi dan dia masuk kelompok fakultas, bukan lagi jurusan.

Selalu ada cerita dari bibir adik manis parasnya ini, dulu dia adalah adik kelompokku yang paling bandel, masih pakai celana jins, pakaian ketat, rambutnya warna-warni lagi. Tapi hidayah Allah itu memang tak pernah disangka. Siapa yang akan mengira seorang se-tomboy itu sekarang kalemnya bukan main, lembut dan sopan tutur katanya, cantik dalam balutan jilbab yang sekarang menghiasi dirinya.

***

Dia pernah bertanya saat pertama kali mentoring denganku, “Kak, kok kakak mau-maunya sih pake pakaian yang seperti itu, kan jadi riweh, ribet, panas lagi di kota ini. Aku aja sekarang yang cuma pake kerudung kecil gini aja udah kepanasan kak, ga betah.”

Aku hanya tersenyum kala itu. Menjawab pertanyaan ini, artinya memberi sesuatu yang baru padanya. Dan aku lihat, teman-temannya saat itu seperti udah emosi aja mendengar pertanyaannya yang ceplas-ceplos itu.

“Adikku, agamamu apa sayang?” tanyaku.

“Islam lah kak, kalo nggak aku nggak akan disini dong melingkar sama kakak.” Jawabnya santai, masih dengan style nya yang cool.

“Kamu pernah punya prinsip nggak?” tanyaku kembali.

“Selalu dong kak, setiap orang itu harus punya prinsip, biar nggak plin-plan kalo digangguin orang”

“Nah, itu jawaban pertama. Jilbab yang terurai ini termasuk dalam prinsip kakak.” Jelasku.

“Tapi kenapa punya prinsip yang ribet-ribet sih Kak? Kan kita diberi kebebasan, ini kan bukan negara Arab yang harus pake jilbab semua.”

“Memang kita tinggal di negeri yang tak mendikte kita soal jilbab, asal tak melanggar aturan, tak apa. Tapi memangnya jilbab kultur orang Arab? Sekarang Kakak tanya deh, adik kalo baca Al-Qur’an berapa lembar sehari?”

“Hehehe, jarang sih Kak, orang sibuk banget. Pagi sampe malem di luar, ngerjain tugas, nglembur, main bareng temen-temen, udah, nyampe rumah langsung tepar nggak sempet baca Qur’an. Paling banter satu lembar sehari. Orang papa-mama nggak pernah nyuruh baca Qur’an, cuma dulu aku suruh ikut TPQ aja pas masih kecil soalnya rumahku deket banget sama masjid.

Yaudahdeh, aku sih ngikutin aja. Tapi ngapain juga Kak, kan itu cuma kitab, kalo udah selesai bacanya nggak usah dibaca-baca lagi. Aku juga jarang liat orang tuaku baca, aku ngikutin mereka deh, kan orang tua panutan anak J” jawabnya sambil meringis, tak ada rasa bersalah sedikitpun terhadap apa yang baru saja diucapkannya.
Ya Allah… Saat itu hatiku teriris-iris bukan main, ternyata kejadian seperti ini bukan hanya terjadi di sinetron TV saja, kenyataan pun masih banyak.

“Hmm… Gitu ya, tapi apa Aliya udah ngerti maksud isi Al-Qur’an walaupun mungkin udah pernah khatam?” tanyaku hati-hati, takut ada perkataanku yang menyinggungnya.

Tapi memang orangnya ceria banget, cuek, santai aja dia menjawab pertanyaanku, “belum sih Kak, emang apa Kak maksud dari isi Al-Qur’an? Pernah dulu aku tanya Mamaku, tapi nggak dijawab soalnya pas itu lagi sibuk banget. Nggak ada yang bisa aku tanyain Kak. Pokoknya sehari-harinya aku suruh belajar belajar belajar aja Kak, les semuanya harus aku ikutin. Jadi nggak tau apa itu isi Al-Qur’an…” jelasnya sambil menunduk, suaranya perlahan menjadi pelan tak se-ceria tadi di akhir kalimatnya.

Saat itulah aku terperanjat, seperti baru saja dibangunkan. Ya Allah… Ia butuh pembimbing, ia butuh seorang yang mau mendengarkan keluh kesahnya, menjawab keingintahuannya. Ia ceria, padahal hatinya meronta-ronta. Ia selalu tersenyum, tapi di hatinya tak tenang. Ia pandai, tapi tak pandai menata hatinya sendiri. Allah… mungkinkah Engkau mengirimkanku padanya agar aku dapat selalu tersenyum padanya, mendengarkan kisahnya, dan menjawab segala keresahannya?

Tak berapa lama suaraku memecahkan keheningan yang ter-stel otomatis itu, “Adikku, dalam Al-Qur’an itu ada banyak yang Allah ceritakan pada kita. Banyak orang bilang Al-Qur’an itu surat cinta-Nya Allah untuk kita, para hamba-Nya. Dan memang benar, ia adalah tanda cinta Allah pada kita. Untuk apa Rasulullah bersusah payah dalam menerima wahyu, sampai beliau berkhalwat di Gua Hira’ berhari-hari. Beliau diboikot kaum kafir Quraisy, dicela dimaki oleh mereka, tapi beliau dan para pengikutnya tetap bertahan dalam keteguhan dan kesabarannya. Itu karena Al-Qur’an ini begitu berharga.

Dalam Al-Qur’an dijelaskan banyak kejadian dan hikmah. Bagaimana dahulu perjuangan Rasulullah dan para Nabi-Rasul sebelum beliau. Bagaimana melewati semua masalah yang datang silih berganti. Ya, semua itu memang butuh pengorbanan, dan dari merekalah kita juga diajarkan untuk berkorban.”

Kedelapan adik-adikku itu masih tetap menanti penjelasanku berikutnya.

“Dan kamu tahu Dik, di Al-Qur’an itu juga menjelaskan tentang jilbab.”

“Ooh… Iya ya Kak. Hmm… Kayaknya aku harus belajar lagi. Tapi kenapa Allah menyuruh kita berjilbab Kak?”

Aku tersenyum, “Allah sayang dan sangat cinta pada kita, makanya Allah menyuruh kita berjilbab.”

“Kok sayangnya Allah ada syaratnya Kak?” tanya salah seorang dari mereka.

“Allah sayang sama kita nggak pake syarat kok. Tapi Allah ingin yang terbaik bagi kita, Allah ingin kita akan selamanya menjadi mutiara yang slalu dinanti surga. J” jawabku singkat.

Ya, mereka bukan selamanya harus digurui dengan penjelasan-penjelasan yang ada, adakalanya aku harus memancing mereka dengan jawaban teka-teki yang membuat mereka penasaran. Hehe.

“Apa hubungannya Kak jilbab sama mutiara?”

“Mutiara itu kalau dipelihara dan dijaga dengan baik, maka ia akan tetap memancarkan kilaunya.
Tapi kalo mutiara itu ditaruh di sembarang tempat, kena sinar matahari, kena hujan, bahkan sering dipegang-pegang orang, berpindah tangan tanpa kita sadari maka mutiara itu tak bernilai lagi.
Makanya mutiara itu harus disimpan dengan baik dalam wadah rahasia yang hanya kita & Allah yang tahu. Sampai waktu yang ditentukan kita serahkan kepada yang berhak menerimanya. Kan yang nantinya menerima juga senang diberi mutiara yang masih indah dan berkilau.:)”

Hiks… hiks… hikss..

Tanpa sadar aku mendengar tangisan mereka, adik-adikku yang baru saja aku temui. Aku tak sadar, karena memang kata-kata barusan berselancar dengan lancarnya keluar dari mulutku. Dan aku tak sadar, aku tak melihat ekspresi mereka saat aku menjawab pertanyaan itu. Tiba-tiba saja tangisan itu terdengar, lama kelamaan menjadi keras.

Aku memandangi mereka satu persatu. Tanpa aku sadari, bulir air mata itu juga menetes ke pipiku. Ya Allah… jika memang ini bukti hidayah-Mu kepada mereka lewat perantara aku, maka balikkan hati mereka Ya Robbi, sebagaimana telah Engkau balikkan hati Umar bin Khottob ke cahaya terang benderang itu.

Ya, saat itu aku menangis, tapi karena terharu. Saat itu aku tersenyum, karena melihat hidayah Allah menyentuh lembut hati mereka. Saat itu juga, aku rangkul mereka satu-per satu. Adik-adikku… Kalian-lah mutiara-mutiara itu…

“Kak, boleh aku belajar Islam darimu?” kata Aliya saat itu juga dengan sesenggukan dan di-iyakan teman-temannya yang lain.

Ya Robb… Aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum. Apalagi yang bisa aku lakukan saat ini selain bersimpuh sebagai tanda syukurku pada-Mu. Bantu hamba-Mu yang lemah ini untuk memberikan sedikit ilmunya ini kepada mereka.

Lingkaran ini… Lingkaran Cinta… Uhibbukunna fillah…

***

Ya, mengenang kejadian 2 tahun silam itu memang membuat hati ini berdesir tak karuan. Antara senang, sedih, takut bercampur menjadi satu.

Sesampainya di pelataran, kami berdua duduk pada salah satu anak tangga. Semilir angin dan suara kicauan burung sore itu menjadi hiasan percakapan kami. Bercanda, tertawa, lalu tangisannya ternyata tak bisa disembunyikan lagi saat bercerita masalah keluarganya. Segera aku rangkul dia. “menangislah… menangislah sepuasnya sekarang, karena air mata memang dibuat untuk itu sayang..”

***

Wahai muslimah, berbanggalah…


Para malaikat Allah tak bertelinga, tapi mereka mendengar suara nyanyian beribu-ribu jilbab.
Para malaikat Allah tak memiliki mata, tapi mereka menyaksikan derap langkah beribu jilbab.
Para malaikat Allah tak punya jantung, tapi sanggup mereka rasakan degub kebangkitan jilbab yang seolah berasal dari dasar bumi.
Para malaikat Allah tak memiliki bahasa dan budaya, tapi dari galaksi mereka seakan-akan terdengar suara: Ini tidak main-main! Ini lebih dari sekedar kebangkitan sepotong kain!
=Emha Ainun Najib=


Karena jilbabku inilah pelindungku, kekasihku, kesetiaanku, kemurnianku, kecantikanku, dan alatku untuk terus mengingat Allah
Saat aku meletakkan jilbab di atas kepalaku,
Aku tahu segala kesesatan yang dibawa oleh setan akan dilenyapkan
Jilbab bukan sekedar pelengkap penampilan
Jilbab juga bukan tameng untuk menutupi kekurangan
Jilbab adalah suatu bentuk pengabdian dan cerminan seorang wanita
Untuk menyamarkan keindahan raganya serta pengamalan dari apa yang ia pelajari
Ya Allah…
Semoga aku bisa menjaga keikhlasannya… ^_^

Barakallah, selamat saudariku… selamat datang dlm dunia surga ini :)
***

Menjelang Hijab’s Day, kutulis ini spesial untuk Mutiara-Mutiara Surga… Engkaulah, saudariku… :D
*11-02-2013.03:02*

Tidak ada komentar: